Perubahan


Ini sudah bulan kedua di tahun 2017, namun ada sesuatu yang masih meminta untuk dituliskan, tertunda sejak akhir tahun lalu. Tentang apa yang aku rasakan dan pikirkan di hari-hari pergantian tahunku, ketika aku harus menutup buku tahun 2016 dan membuka lembaran baru di tahun 2017.

Tidak ada yang bisa membaca masa depan. Tidak ada yang bisa mengulang masa lalu. Waktu di mana kita sekarang adalah waktu untuk membuat pilihan dengan bijak, waktu untuk menentukan sikap kita pada masa lalu dan masa yang akan datang.
---
Bulan Desember adalah bulan di mana aku memutar kembali seluruh kejadian yang aku alami sejak bulan Januari. Bulan dengan rintik hujan di setiap harinya. Belahan bumi yang lain diselimuti salju pada bulan ini. Aku suka bulan Desember. Ia punya vibes tersendiri bagiku. Ada beberapa bayang moment yang tak bisa dilupakan tiap kali bulan ini datang. Bulan Desember adalah bulan evaluasi, secara tidak langsung aku recall banyak memory di musim hujan ini. Tapi ada yang berbeda di Desember tahun lalu. Ada hal baru yang aku pelajari, lebih dari Desember tahun-tahun sebelumnya.

Semuanya berawal karena aku jatuh sakit di bulan itu. Aku termasuk orang yang jarang sakit. Kalau aku sakit, paling hanya terserang flu, batuk-batuk, atau demam biasa. Saat itu demamku ternyata tidak biasa. Singkat cerita, aku sudah ke dokter untuk periksa, dan yaaa memang demam biasa katanya. Tapi keesokan harinya sekitar pukul 5 pagi, aku merasa kondisi badanku malah memburuk. Aku kehilangan penglihatanku selama 4-5 menit. Waktu yang cukup lama. Awalnya aku melihat dengan normal, lama-lama pandanganku kabur, kemudian gelap total. Aku pikir juga hanya akan berlangsung sebentar karena kadang memang suka seperti itu, mata kunang-kunang aku menyebutnya. Tapi ketika aku membuka mataku, semua tetap sama. Hitam gelap segelap-gelapnya. Pertama kalinya aku seperti itu. Aku mencoba menutup mataku untuk kemudian dibuka lagi, berharap semua akan kembali normal tapi tetap saja aku tidak bisa melihat. Pagi itu aku mendapatkan menit-menit yang berharga, yang memberiku tamparan dan pelajaran besar. Aku terdiam saat itu, ingin berteriak memanggil ibu atau ayahku tapi aku mencoba tenang sampai akhirnya penglihatanku kembali normal lagi. Setelah itu aku langsung bercerita dengan cukup panik, orang tuaku pun bereaksi sama. Aku kembali ke rumah sakit dan dokter bilang aku terkena hipotensi. Yang menyebabkan aku seperti itu adalah tekanan darahku yang sudah mencapai titik terendahnya.

Kau tahu apa yang terjadi selama 5 menit penuh kegelapan itu? Tentu aku panik dan merasa takut. 5 menit merupakan waktu yang lama untuk merasa cemas karena hilangnya penglihatan, namun begitu singkat untuk banyak pikiran yang berkelana saat itu. Saat itu mataku terbuka, but I can see nothing. Aku terdiam, dan aku memikirkan banyak hal. Pikiranku kemana-mana. 5 menit begitu singkat untuk suatu introspeksi dan evaluasi diri dalam keadaan seperti itu. Aku takut penglihatanku tidak kembali. Who knows? Kalau Allah sudah berkehendak, apa pun bisa terjadi bukan? Meskipun aku tidak punya riwayat penyakit pada mataku, kalau Allah sudah menakdirkan aku untuk tidak bisa melihat secara tiba-tiba, aku bisa apa? Hmmm aku berpikir keras saat itu. Tentang apa yang sudah aku perbuat selama hidup, dan apa yang akan aku lakukan ke depannya jika kondisiku tetap seperti itu (tidak bisa melihat). Aku membayangkan orang-orang yang kekurangan, termasuk orang yang tidak bisa melihat. Saat itu aku merasakan apa yang mereka rasakan. Aku jadi lebih memaknai kata ‘syukur’. Aku tak bisa membayangkan apa yang terjadi selanjutnya jika aku tetap seperti itu. Aku merasa sedih, aku juga takut. Bagaimana kehidupan afterlife jika kegelapan seperti itu saja aku tak mampu menahannya. Aku beristighfar dalam hati, menyebut-nyebut nama Allah agar tetap tenang dan pasrah dengan apa yang aku alami saat itu.

Selama jatuh sakit, kurang lebih satu minggu, aku jadi terkesan seperti anak manja. Apa-apa tidak bisa ku lakukan sendiri. Orang tua sangat berperan penting ketika anaknya seperti ini. Saudara dan teman-teman pun ikut menyemangati untuk sembuh. Hiburanku di rumah saat itu hanya handphone dan televisi. Aku berkomunikasi dengan banyak teman via chat. Saat itu sudah masuk minggu ujian di kampus. Untungnya ujian berlangsung ketika aku sudah merasa lebih baik, tapi aku harus meninggalkan rumah karena aku kuliah di luar kota dan aku jadi anak kos disana. Dengan kondisi yang bisa dikatakan masih cukup lemah, aku kembali mandiri mengurus segalanya sambil memulihkan kondisi tubuhku yang sakit.

Sungguh, Desember tahun lalu adalah bulan yang penuh dengan random thoughts terutama setelah aku jatuh sakit. Seperti yang sudah ku katakan, ini adalah bulan dengan ajakan flashback¸ yang paling bisa mengajakku untuk mengingat banyak hal, khususnya hal-hal yang terjadi pada Desember-Desember sebelumnya. Saat aku sendirian di kamar kos ku, aku menangis. Hari-hari sebelumnya aku memang sedang merasa sangat rindu dengan teman-teman semasa SMK ku. Aku juga jadi merasa homesick. Padahal entah kapan terakhir aku merasa homesick, sepertinya itu hanya berlaku saat aku masih tingkat 1 kuliah.

Entah mengapa aku langsung rindu berat pada orang rumah, aku ingin pulang. Apa mungkin karena seminggu sebelumnya aku merasa begitu dekat dengan mereka? Menghabiskan waktu hanya di rumah bersama keluargaku tersayang. Aku dirawat dan dijaga penuh oleh kedua orang tuaku. Aku rindu, dan takut membayangkan jika mereka tidak ada. Aku termenung, memikirkan apa yang telah aku beri untuk mereka selama ini. Banyak hal-hal kecil berterbangan di kepalaku, mengingatkan aku akan kebaikan keluargaku, membuatku sadar bahwa aku benar-benar harus menjadi anak yang berbakti. Bertambahnya usia kita berarti bertambah pula usia kedua orang tua kita. Kita tidak mungkin selamanya menjadi anak kecil bagi mereka, kita pun akan menjadi orang tua kelak dengan segalam macam bentuk tanggung jawabnya.

Dan untuk semua temanku, terutama teman semasa SMK yang sedang aku rindukan saat itu. Aku ingin bertemu dengan mereka. Sekarang mereka sudah punya kehidupan masing-masing, menentukan jalan hidupnya sendiri. Dulu kami sering pulang sekolah bersama, berdiskusi hanya soal Pekerjaan Rumah atau tempat hangout mana yang akan kami jamah di akhir pekan. Sekarang ada yang sudah menikah, bahkan sudah memiliki anak. Ada yang sudah bekerja di perusahaan A, perusahaan B. Ada yang mash menempuh studi dengan jurusan A, jurusan B. Ada yang masih setia dengan pasangan lamanya, ada yang sudah membolak-balikan hati pada si A, pada si B. Keadaan berubah, kita menempati posisi kita yang sekarang dengan teman-teman dan lingkungan yang baru. Tidak mungkin selamanya terjebak di kisah SMA yang indah itu. Perjalanan mesti berlanjut menuju masa depan yang penuh rahasia.

Seminggu sebelum aku sakit, handphoneku hilang di angkot ketika aku sedang berangkat menuju kampus. Handphone itu... memang sudah mulai rusak, tidak bisa menerima notification dengan baik, dan itu cukup merepotkanku sebab informasi tidak bisa masuk dengan baik pula. Tapi aku tidak terpikir sama sekali untuk mengganti handphone itu. Pada akhirnya aku harus menggantinya dengan yang baru, yang Alhamdulillah lebih baik. Notification berjalan lancar kembali di handphone ini. Padahal aku tidak pernah berencana untuk memiliki handphone baru ini. Hmm sesuatu diambil untuk digantikan, beruntungnya dengan yang lebih baik.

Seminggu setelah aku sakit, kakekku meninggal dunia. Dua hari sebelum malam pergantian tahun. Ya, hari-hari akhir tahun keluargaku dipenuhi dengan duka. Tapi mungkin memang itu yang terbaik. Kakekku sudah sakit parah sejak lama, namun malam ketika ia harus pergi selamanya aku melihat ia tersenyum dengan aura yang lebih muda. Kakek sudah tidak sakit lagi. Aku melepasnya dengan ikhlas. Keluargaku memang merasa kehilangan, tapi kehidupan harus berlanjut. Kita semua pun akan merasakan yang namanya kematian, tidak akan selamanya hidup seperti ini.

Di Bulan Desember tahun lalu juga aku mendapat kabar bahwa majalah kesukaanku akan berganti nama. Bukan hanya mengganti namanya tapi juga meniadakan bentuk fisiknya. Apa maksudnya? Jadi majalah kaWanku tidak akan terbit lagi. Tertanggal 1 Januari 2017 majalah kaWanku beralih ke suatu website bertajuk cewekbanget.id. Berbagai alasan dan pertimbangan disampaikan pihak redaksi agar para pembacanya bisa memahami dan menerima kehadiran kaWanku—yang berganti nama ini dalam bentuk lain, yaitu digital. Padahal aku termasuk orang yang lebih suka membaca dalam bentuk cetaknya, sensasinya berbeda. Aku cukup sedih mengetahui kabar ini mengingat aku berlangganan majalah ini sejak awal SMK dan memiliki rak buku sendiri untuk majalah kaWanku baik di rumah maupun di kamar kosan. Akhirnya 2016 berlalu, cewekbanget.id hadir dan tidak mengecewakan sama sekali. Mungkin awalnya cukup kaget karena harus menerima suatu perubahan, tapi setelah dilewati kita akan rasakan sendiri dampak perubahan itu.
---
Intinya bulan Desember 2016 lalu aku mengevaluasi banyak hal seperti biasa. Tapi karena satu dan lain hal yang sudah aku ceritakan di atas, aku jadi memaknai bulan tersebut dengan berbeda. Entah mengapa aku jadi lebih ‘baper’ dan melankolis menghadapi banyak perubahan yang ada. Biasanya aku menanggapi hal-hal semacam itu dengan biasa. Tapi saat itu aku berada di suatu titik di mana aku sadar bahwa perubahan itu akan selalu ada pada banyak hal di waktu yang tak terduga. Di titik itu aku merasa bahwa ada rasa takut dalam diri ini dalam menghadapi suatu perubahan. Ada perasaan di mana aku ingin menetap di waktu-waktu lalu yang tak mungkin aku jumpai lagi. Ada rasa takut akan masa depan yang menuntut banyak tanggung jawab dan perubahan dari diri ini. Jika waktu sekarang aku hanya termenung di antara masa lalu dan masa depan, maka bagaimana bisa aku menyikapi semuanya dengan baik.

Well, aku jadi semakin mengerti bahwa perubahan itu tidak selamanya buruk. Banyak perubahan yang malah memberikan kebaikan untuk kita. Kehidupan ini dinamis, bukan statis. Kita harus bergerak untuk melewati setiap fase yang ada. Kata mbak Trinzi, selaku editor in chief di majalah kaWanku... perubahan menjadi sesuatu yang harus dihadapi karena merupakan bagian dari pendewasaan. Ada quote juga yang mengatakan “Never be afraid of change. You may lose something good, but you may gain something even better.” Ini bukan hanya tentang move on karena putus cinta, tapi move on untuk kehidupan yang terus berlanjut.

Masa lalu memang menyimpan banyak memori baik yang baik maupun yang buruk. Kita harus bisa menyikapinya dengan menerima bahwa masa lalu itu telah berlalu, menyisakan kenangan dan banyak pelajaran untuk bekal kita dalam menyikapi masa depan. Masa depan menyimpan banyak misteri yang tidak akan pernah terpecahkan jika kita belum sampai melaluinya, membuat kita menaruh banyak harapan serta kekhawatiran. Namun jangan merasa takut karenanya, apa yang akan kita raih di masa depan adalah hasil dari yang kita kerjakan hari ini. Maka, hari ini adalah waktu yang tepat untuk memandang segala perubahan yang ada dengan positif, menjadi pribadi yang menghargai masa lalu, memaknai hari ini, dan siap untuk masa depan. Learn from the past, live for today, and hope for tomorrow.

Aku pun menutup buku 2016 dengan penuh rasa ikhlas, syukur, disertai harapan-harapan baru untuk buku yang lebih baik di tahun 2017 ini serta tahun-tahun berikutnya.
 ---
“There comes a day when you realize turning the page is the best feeling in the world, because you realize there’s so much more to the book than the page you were stuck on.” – Zayn Malik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Monolog Harapan dan Kenyataan

Lirik Lagu 'The Rain' Oh Wonder dan Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia

Melodi dan Ingatan Pengantar Tidur