Mengejar CintaNya

Cinta. Apa sih makna cinta yang sebenarnya? Sebagian besar dari kita mungkin akan mengartikan cinta sebagai rasa kasih sayang yang kastanya lebih tinggi dari kata suka atau kata kasih sayang itu sendiri. Cinta. Sebagian orang bilang bahwa cinta adalah kata yang sakral. Ketika kita memutuskan untuk mencintai seseorang maka artinya kita harus bertanggung jawab atas rasa cinta itu. Karena cinta itu menjaga, mengerti, memahami, dan mau berkorban demi seseorang yang kita cinta meski tanpa balasan. Dalam lingkungan remaja, kata cinta familiar dengan kemesraan dua anak manusia dengan segala rayuannya, sehingga ketika ucapan manis berubah jadi tangis disitulah muncul yang namanya kekecewaan. Cinta berubah makna menjadi sesuatu yang tak lagi indah, melainkan penuh drama dan duka. Dengan kata lain, cinta itu dibilang pahit, cinta itu tak selamanya indah dan bahagia.

Dalam postingan kali ini, saya hanya ingin berbagi sedikit pengalaman jatuh cinta saya, dipertemukannya saya dengan sang Maha Pemilik Cinta Hakiki. Sungguh benar kalimat ini, "Hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang".

Saya muslim, menganut Islam karena keturunan. Saya sudah dikenalkan dengan tata cara beribadah dan dibekali ilmu agama sejak masih kecil, baik di sekolah maupun di rumah. Sebelum itu semua, sudah jelas saya mengetahui bahwa tuhan saya adalah Allah SWT Yang Maha Esa. Saya pun tumbuh sebagai seorang gadis yang masih terus mencari jati diri, dikelilingi oleh lingkungan yang mudah untuk mempengaruhi. Menjalankan kewajiban meski belum sempurna, sadar akan diri yang masih penuh dosa. Namun sejak umur saya menginjak belasan tahun, saya sudah mensetting diri untuk selalu berbuat baik kepada orang lain. Karena yang saya tahu adalah, Allah Maha Baik dan mencintai kebaikan. Ya, meskipun selebihnya tetap orang lain yang menilai, baik buruknya diri kita toh hanya kita sendiri yang tahu. Lagi pula sebaik-baiknya penilaian manusia tidak akan berarti jika tidak baik di mata Allah. Yang selalu saya terapkan adalah, kebaikan dibalas dengan kebaikan, keburukan dibalas dengan keburukan. Saya rasakan sendiri manfaatnya, Allah selalu bersama dengan orang-orang yang sabar. Ketika kita mencoba untuk membalas keburukan tersebut dengan keburukan yang sama, atau bahkan lebih buruk, maka apa bedanya kita dengan yang melakukan keburukan itu? Namun kita harus kokoh, bukan berarti mudah diinjak, hanya saja kita terus memohon perlindungan kepada Allah. Kebaikan itu akan berputar, kembali kepada diri kita lagi apabila kita melakukannya dengan tulus dan ikhlas.

Titik cerah dimulai dari sini, ketika saya terus membiasakan diri untuk dikelilingi oleh kebaikan, saya menemukanNya atas seizinNya. Saya yakin jika kita berniat baik, malaikat pasti mencatatnya, Allah mengetahuinya, dan itu artinya kebaikan yang lain sedang berjalan menghampiri kita entah berapa lama perjalanannya. Setelah lulus SMK, hati saya tergerak untuk berhijab. Memakai kerudung sebenarnya bukan hal yang sulit dan merisihkan untuk saya, namun dulu saya tidak tergerak untuk mengenakannya secara rutin, mengenakannya sebagai penutup aurat, sebagai kewajiban saya terhadap Allah. Setelah lulus SMK, akhirnya saya mantap untuk menanggalkan baju-baju pendek saya dan langsung memangkas pendek rambut saya. Saya ingat betul, satu hari setelah acara wisuda, perubahan itu dimulai dengan yakin, dengan komitmen untuk terus istiqamah tanpa melepasnya di tengah jalan. Jika ditanya, "kenapa kamu berhijab?", saya tidak bisa menjawab selain, "karena Allah". Kala itu saya hanya baru bisa berkerudung, bukan berhijab, sebab hijab berarti menutup aurat sesuai syari'at Islam yakni mengenakan kerudung dan baju yang longgar, yang menutup aurat bukan membungkus aurat. Jujur, saya berkerudung tanpa paksaan siapapun. Orang tua saya pun tidak menyuruh saya berkerudung secara menggebu-gebu. Yang saya ingat malah guru agama saya waktu di SMP, tak henti-hentinya mengingatkan tentang aurat waktu itu. Saya berkerudung sepenuh hati, dengan perasaan senang, dengan perasaan haru, karena Allah dengan mudahnya menggerakkan hati ini tanpa beban, menunjukkan saya ke salah satu jalan yang diridhoiNya sebagai muslimah, menutup aurat, melaksanakan perintahNya, meskipun hal ini baru saya terima ketika sudah lulus SMK. Mungkin jika saya lebih mendekatkan diri padaNya sejak SMP, Allah akan memberikan hidayah lebih cepat. Wallahualam. Yang saya tahu Allah tidak akan merubah suatu kaum jika mereka tidak merubah dirinya sendiri. Karena ada beberapa kaum yang memang Allah tutup hatinya karena Allah tidak ingin memberikan hidayahNya disebabkan oleh perbuatan kaum itu sendiri.

Kerudung itu awal dari semuanya. Awal perjalanan saya menemukan Allah dalam hati saya. Ketentraman mengalir setiap harinya ketika saya merasakan diri ini diajak untuk semakin dekat pada Allah. Saya terlahir di tengah keluarga yang biasa saja, tidak agamis, namun meyakini Allah dan menjalankan nilai-nilai kebaikan Islam sebaik mungkin. Saya hanya mendapat banyak referensi baru baik dari buku maupun social media. Saya beragama Islam sejak lahir namun saya baru merasakan hadirnya Islam yang dekat dengan saya sejak itu. Umur saya saat itu 17 tahun. Saya sebut ini hidayah, yang membuat saya tak ingin jauh dari Allah. Saya ingin menjadi satu diantara mereka, orang-orang yang beriman dan Allah cintai. Sebab jika cinta Allah sudah kita raih, apalagi yang kita cari? Perumpamaannya adalah, jika kita kita mencintai seseorang, sudah sangat mencintainya, maka apapun akan kita berikan bukan? Mau berkorban. Ya, saya bukan hanya mengharapkan itu dari Allah, justru saya ingin seperti itu kepada Allah. Melakukan apapun karena Allah, hanya untuk Allah.

Kenyataannya, manusia tetaplah makhluk yang tak luput dari kesalahan. Manusia bukan makhluk suci yang sempurna. Manusia perlu berlajar, perlu ikhtiar. Manusia tak bisa langsung melompat sekali untuk mencapai tujuannya, perjalanannya panjang dan tidak selalu mulus. Proses, ya, Allah menyukai proses. Dari proses itu Allah dapat menilai apakah manusia ciptaanNya mampu bertahan dan bersabar atau malah makin menjauhiNya. Tidak mudah, godaan datang dari dalam maupun dari luar. Terus digoyahkan untuk tahu apakah ia semakin dekat pada Allah atau malah semakin lupa. Dengan berbagai permasalahan awal yang saya hadapi itu, saya yakin bahwa ujian yang datang selain sebagai teguran ya sebagai ujian. Selalu khusnudzon atau berbaik sangka pada Allah bahwa ujian yang ia berikan adalah bukti kasih sayangNya karena Ia ingin hambaNya lebih dekat lagi denganNya. Khusnudzon pula kepada diri sendiri bahwa setiap ujian yang Allah berikan pasti bisa dilewati, karena setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Mungkin masalah yang kita hadapi memang besar, tapi ingatlah bahwa kita mempunyai tuhan yang lebih besar. Ujian juga datang sebagai peringatan evaluasi diri. Barangkali ada kesalahan yang tak disadari yang mengharuskan kita untuk berbenah diri. Karena sama halnya dengan kebaikan, keburukan pun akan berputar, kembali kepada diri kita lagi apabila kita melakukannya.

Ketika sudah masuk kuliah, saya dihadapkan dengan lingkungan baru yang penuh serba-serbi. Dikelilingi dengan macam-macam kepribadian yang dengan mudah mempengaruhi kita jika kita tergolong ke dalam minoritas. Minoritas apa? Saya menyadari pergaulan di lingkungan kampus berbeda dengan pergaulan saya semasa sekolah, lebih luas, global, dan mengingatkan saya untuk lebih mawas diri. Benar tetap benar meskipun sendirian. Kalimat itu saya pegang dengan keyakinan saya kepada Allah. Menyaring banyak hal, menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Tetap menjadi diri sendiri, tak mudah terpengaruhi oleh orang lain. Saya punya Allah, dimanapun saya berada. Saya harus selalu mengingat Allah, karena Allah selalu mengawasi saya. Orang tua saya mungkin jauh di luar kota dan tidak bisa mengawasi hanya lewat handphone. Ketika mereka mengingatkan saya untuk shalat 5 waktu atau mengaji Yaa Sin di malam Jumat, saya bisa saja tidak melakukannya namun saya merasa memiliki tanggung jawab kepada diri saya sendiri, terlebih kepada Allah yang setia mengawasi. Lagipula, shalat sudah menjadi kebutuhan, bukan keharusan lagi. Jika kau masih bisa melewatkan 1 waktu shalat dalam sehari, atau bahkan lebih... cukup pikirkan balasan yang akan diterima setelah hari kebangkitan, dan saya tidak sanggup menerimanya. Sebenarnya saya ingin rasa cinta yang lebih dan lebih lagi kepada Allah. Saya masih merasa jauuuh dariNya. Saya ingin mencintaiNya tanpa rasa takut akan neraka dan keinginan untuk masuk surga. Dan jujur sampai sekarang saya masih terus mencariNya dengan membaca firman-firmanNya. Saya pun mengikutsertakan diri ke salah satu organisasi Islam yang ada di kampus. Tidak tergolong anggota aktif namun saya mengenal seorang kakak kelas yang merupakan tim syiar dari organisasi tersebut, dan dari dia saya belajar banyak hal. Dia pun sama, masih mencari sambil terus meyakini. Hal pertama yang dia tunjukkan adalah ciptaanNya, dan saya setuju. Amatilah langit dan bumi, alam sekitarmu, dan semua makhluk hidup yang ada, maka kau akan takjub. Siapa pencipta itu semua?

Melangkah dan terus melangkah, mencoba untuk tetap istiqamah yaitu lurus di jalanNya. Kebaikan itu berputar, dan saya merasakannya, bahkan sudah membuktikannya sejak dulu sebelum perjalanan ini dimulai. Selain itu, hal lain yang semakin saya yakini adalah, bahwa Allah akan terus melimpahkan cintaNya kepada kita jika kita melakukan hal yang sama, lebih lebih mencintaiNya. Salah satu contoh realnya adalah pengalaman saya sendiri. Saya berkerudung sejak lulus SMK, maka selama tahun pertama saya berkuliah itu adalah tahun pertama saya berkerudung. Dengan penampilan yang masih asal, celana jeans, t-shirt lengan panjang, kerudung yang kadang menerawang *karena saya tak betah memakai daleman kerudung* dan belum menutupi dada, serta tidak memakai kaos kaki. Namun kerudung itu yang saya yakini sebagai penolong nilai akademik selama 2 semester itu. Alhamdulillah IPK saya tergolong tinggi. Kerudung itu mungkin pelengkap dari ikhtiar saya yang lain. Kebiasaan baik dari SMK seperti tak lepas shalat duha dan tahajud masih suka saya kerjakan. Doa di setiap waktu dan shalawat di sela-sela ujian atau jam pelajaran juga masih sering saya lakukan. Jika sudah begini kau pasti merasa iman adalah dasar dari segalanya. Setelah itu, di tahun ke-2 kuliah saya mencoba untuk menjulurkan kain kerudung lebih panjang lagi, menutupi dada. Oh iya, tak lupa saya pakai kaos kaki untuk menutupi kaki saya yang juga termasuk aurat. Allah  memberikan hadiah lagi, saya mendapatkan beasiswa dan dinobatkan sebagai salah satu mahasiswa berprestasi. Seperti mimpi, saya tidak merasa bahwa saya berprestasi. Ya Allah, terima kasih saya bisa meringankan pengeluaran orang tua saya. Di pertengahan tahun ke-2 kuliah, saya mencoba untuk lebih syar'i lagi. Saya membiasakan diri memakai rok, menyisihkan celana-celana jeans yang kini saya wariskan kepada adik saya. Dengan kerudung yang lebih baik lagi, tanpa menerawang lagi, dan lebih dipanjangkan lagi. Berpenampilan seperti ini memang masuk ke daftar resolusi saya, dan perlahan saya bisa mengaplikasikannya. Alhamdulillah, Allah menghadiahi saya sesuatu lagi, sesuatu yang saya targetkan sebelum lolos ke kampus tempat saya menuntut ilmu kini. Beasiswa S2 serta kontrak untuk menjadi dosen. Hadiah itu saya rasakan berturut-turut seiring berjalannya proses berhijab saya. Yang saya rasakan adalah, setiap saya masuk ke tahap baru dan mampu melewatinya, Allah langsung memberi saya sesuatu, sesuatu yang barakah yang saya anggap sebagai hadiah. Masih banyak kejadian lainnya yang saya alami sendiri. Kau boleh menilainya dari sudut pandang yang lain, tapi dari sudut pandang saya, saya anggap ini semua adalah balasan dari Allah, bukti nyata Ia ingin saya agar lebih dekat lagi, melimpahkan cinta yang lebih untukNya. Penampilan saya yang sekarang berubah drastis dari penampilan saya semasa sekolah dulu. Karena Allah. Jika bukan Allah yang menggerakkan, mungkin saya pun tak akan semantap ini menjalaninya. Senior lain yang saya kenal di organisasi Islam kampus mengatakan bahwa, jagalah hidayah yang telah Allah beri, karena sesungguhnya menjaga hidayah itu lebih sulit daripada mendapatkannya.

Ketika kita menggantungkan harapan pada manusia, tak jarang kita merasakan kecewa. Manusia hanyalah makhluk ciptaan Allah, terkadang berharap padanya adalah suatu kesalahan. Gantungkanlah segala harapan, doa, cita-cita, dan segala urusanmu hanya kepada Allah semata. Allah akan memeluk semuanya, memberikanmu skenario terbaik hingga tiba waktunya Ia memberikanmu yang paling baik diantara yang baik menurutNya. Jika kau meminta, Allah pasti memberi. Jika kau percaya janjiNya itu nyata, pasti kau kan rasakan bahagia. Cinta manusia bisa datang dan pergi tapi cinta Allah itu abadi, hakiki, sejati. Kau hanya perlu membuka mata hati, menomor satukan sang Ilahi. Semakin kau kejar cintaNya maka Ia semakin dekat. Karena sesungguhnya Allah memang selalu dekat, dihatimu.



4-5 Juli 2015
PR

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Monolog Harapan dan Kenyataan

Lirik Lagu 'The Rain' Oh Wonder dan Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia

Melodi dan Ingatan Pengantar Tidur