Short Story: Seseorang yang Lain
Toko buku yang letaknya tidak jauh dari
rumahku adalah tempat favoritku. Dan sekarang aku berada di dalamnya. Aku sudah
membawa beberapa buku untuk aku serahkan ke kasir, namun… “BRUCK!” seseorang
dari arah berlawanan menabrakku, pasti dia tidak sengaja menjatuhkan buku-buku
ini.
“Maaf,
aku gak sengaja. Sini biar aku aja yang beresin.”
Laki-laki itu merapikan bukuku yang
berantakan di lantai, kemudian membantuku membawakannya ke kasir. Sepertinya ia
sedang buru-buru. Sebelum meninggalkanku ia kembali meminta maaf dan memberikan
senyum yang manis. Aku tak sempat mengucapkan terima kasih.
Sesampainya
di rumah wajah laki-laki yang menabrakku tadi menghiasi soreku. Sepertinya aku
pernah melihat dia, tapi dimana? Pertemuan singkat tadi membuatku merasakan hal
yang berbeda. Senyumnya manis sekali. Bagaimana mungkin aku suka pada seseorang
secepat itu? Bahkan aku tidak tahu siapa dia, tidak mengenalnya sama sekali,
dan entah kapan akan bertemu dengannya lagi.
*
Tuhan
begitu baik. Aku diizinkan bertemu dengannya lagi, di toko buku ini lagi,
setelah seminggu aku memikirkan dan membayangkan sosok asingnya.
“Hai,
masih ingat kan?” dia menyapaku lebih dulu.
“Iya
aku ingat. Makasih ya, maaf setelah seminggu aku baru bilang makasih. Abis
waktu itu kamu keliatan buru-buru banget,” aaah aku senang sekali saat ini.
“Gak
apa-apa kali, harusnya aku yang minta maaf. Aku emang lagi buru-buru waktu itu
sampai gak sengaja nabrak kamu.”
“Gak
apa-apa juga kok. Eh, aku Kayla. Kamu? Kayanya aku pernah lihat kamu tapi gak
tau dimana.”
“Oh
ya, nama aku Adri,” kami pun berjabat tangan.
“Iya
aku juga gak asing sama wajah kamu, memang rumah kamu dimana? Hmm sekolahnya
dimana?”
“Rumahku
gak jauh dari sini, aku di SMA Panorama, kalau kamu?”
“Itu
dia! SMA Panorama. Aku juga sekolah disitu, Kay.”
“Serius?
Sejak kapan? Aku gak pernah lihat kamu di sekolah.”
“Haha aku memang murid
baru, baru pindah tahun ini. Waktu kelas 10 aku sekolah di
Palembang. Aku baru 2 bulanan lah satu sekolah sama kamu.”
“Oh
ya ya pantas aja. Nice to meet you,
Adri :)”
Novel corner dan toko buku ini menjadi saksi perkenalan aku dengan Adri.
Kami pun berbincang-bincang lebih jauh, saling mengenal satu sama lain. Dan
satu hal, aku akan lebih semangat ke sekolah mulai besok, hehe.
*
Kata
orang, cinta itu suka namun duka. Begitu pula kata Haifa dan Velga, dua sahabat
terbaikku. Aku sering mendengarkan mereka bercerita tentang pacar-pacarnya. Walaupun
belum pernah merasakan tapi setidaknya aku jadi tahu dan mengerti dari
pengalaman cinta mereka. Secara, aku belum pernah pacaran. Ada beberapa yang
mendekatiku sejak SD pula, tapi aku memilih untuk menjadikan mereka teman baik.
Sekolah dan teman-teman mengatakan bahwa aku adalah anak yang berprestasi, tapi
kurasa biasa saja. Namun aku bersyukur juga, setidaknya aku pernah membuat mama
papa bangga dengan piala-piala yang ku raih dari kecil. Aku sering mengikuti
lomba, olimpiade, dan lain sebagainya. Guru-guru memberiku kepercayaan untuk
menjadi perwakilan sekolah di berbagai olimpiade, dan itu cukup menyita waktuku.
Berbeda
dengan Adri. Setelah berkenalan minggu lalu aku jadi sering bertemu dengannya
di sekolah. Sering menyapa, dan bercengkrama. Satu lagi, sering
memperhatikannya. Dia anak IPS, sedangkan aku IPA. Sekarang aku tahu dia mengikuti
ekskul basket. Bahkan kata teman-temannya dia sempat menjadi kapten basket saat
di Palembang. Dia baik, sederhana, punya banyak teman, dan cukup bebas
melakukan banyak hal yang dia suka tanpa terikat dengan guru-guru pembimbing
olimpiade, seperti aku.
Suatu
hari saat istirahat berlangsung, Adri menemuiku di kantin dan memberiku
sebatang coklat. Saat itu juga Haifa dan Velga baru mengetahui bahwa aku punya
teman laki-laki baru yang berkharisma, namanya Adri. Spontan saja mereka
menyubiti pipiku sepeninggal Adri.
“Kamu
kok gak pernah cerita, Kay? Kayanya dia naksir kamu deh,” kata Haifa dengan
ekspresi girangnya.
“Dia
manis banget, Kay. Kayanya baik ya, cocok lah sama kamu,” sambung Velga.
Aku pun mulai bercerita tentang
perkenalanku dengan Adri di toko buku itu. Hebatnya aku bisa mengungkapkan pada
Haifa dan Velga bahwa ini pertama kalinya aku jatuh cinta, ya benar-benar jatuh
cinta. Aku sedikit berkhayal kelak dia akan menjadi pacarku. Mama papa tidak
melarang aku pacaran dari dulu asal tidak menganggu sekolah. Apalagi kalau
pacarnya seperti Adri, sikapnya begitu manis, mama papa pasti setuju saja.
*
Hari-hariku
di sekolah terasa lebih berwarna, belajar pun semakin semangat, sekalipun sedang
mempersiapkan olimpiade science untuk
bulan depan. Itu semua karena Adri. Mungkin kebanyakan orang malah terganggu
dengan hadirnya sosok pujaan hati, tapi aku malah lebih semangat belajar. Oh
ya, Adri pernah menunggu di depan kelasku saat bel pulang. Dia mengajakku
pulang bersama, kami pun bertukar nomor handphone. Saling memberitahu akun
sosmed, sehingga kami lebih dekat dari sebelumnya. Tapi aku tidak ingin
berharap terlalu jauh, mungkin saja perkiraan sahabat-sahabatku selama ini
salah. Dari awal pertemuan di toko buku itu aku yang menaruh hati terlebih dulu
pada Adri. Sedangkan Adri? Mungkin dia hanya menganggapku salah satu teman
perempuannya, diantara banyak teman perempuan yang menyukai dirinya.
Namun
keajaiban itu datang. Tuhan mengizinkanku merasakan indahnya cinta pertama.
Dengan berbagai kesibukanku, Adri bilang dia mau selalu ada untukku. Olimpiade science di depan mata, setiap hari aku
pulang sore untuk belajar lebih ekstra. Pada saat olimpiade tinggal tujuh hari
lagi, Adri tidak langsung pulang saat bel berbunyi, ia menungguku sampai keluar
dari ruang bimbingan. Aku tidak tahu dia menungguku lama hanya untuk pulang
bersama dan menyatakan cintanya di perjalanan pulang. Satu tangkai mawar penuh
makna, pembuka kisah cinta gadis 16 tahun seperti aku.
“Aku
gak sepintar kamu, Kay. Prestasi kamu yang luar biasa juga menarik banyak
laki-laki untuk menyukai kamu, tapi aku akan coba jadi yang terbaik.”
“Aku
juga gak sebebas kebanyakan perempuan lain, Dri. Mungkin aku gak ngerti gimana
jadi mereka. Kamu cerita di lembar pertama buku cinta aku, semoga ke depannya
bakal baik-baik aja.”
“Kamu
gak perlu jadi mereka, Kay. Mereka gak kaya kamu, makanya aku pilih kamu.
Walaupun kamu bukan cerita di lembar pertamaku, tapi mungkin kamu bisa menjadi
lembar terakhir?” Adri menatapku seolah yakin, aku memukul pundaknya. Dalam
hati aku memang berharap semoga cinta pertama ini jadi cinta terakhir juga.
Karena sebenarnya aku tidak mau main-main untuk membuka hati ini tapi Adri
membuatku memberanikan diri untuk membukanya. Kabar bahagia ini aku sampaikan
kepada dua sahabat baikku, dan mama.
“Hello!
Kayla yang kalian bilang hanya bisa berpacaran dengan ensiklopedia kini punya
pacar sungguhan :D”
*
H-2
olimpiade aku sudah di Yogyakarta. Ya, inilah Kayla yang sering ke luar kota
untuk memperjuangkan sekolahnya. Tiga hari sebelum berangkat seperti biasa aku
belajar di sekolah sampai senja. Tak ku sangka Adri mau menunggu begitu lama
hanya untuk pulang bersamaku, walaupun setiap mengantarku pulang Adri hanya
berhenti sampai gerbang rumah saja, dia belum berani masuk ke rumahku. Selama
aku belajar, Adri menunggu ku sambil bermain basket. Sesekali aku mengintip ke
lapangan untuk melihat apa yang dia lakukan, kasihan sih seorang Adri harus
berpasangan dengan perempuan yang cukup sibuk ini. Terlebih semester yang akan
datang aku akan dikirim ke Perth selama tiga bulan untuk pertukaran pelajar.
Perth! Kelak aku ingin melanjutkan studi disana, itu mimpi yang muncul saat aku
SMP. Tapi bagaimana dengan kisah cintaku ini? Apakah Adri akan selalu ada
untukku? Tentu, setiap malam pun aku selalu mendapat support darinya lewat sms. Dengan sikapnya yang baik ini
kelihatannya dia tidak keberatan kalau 65% waktuku diluangkan untuk belajar.
Dia sangat mendukungku.
Selama
di Yogyakarta aku tak lepas komunikasi dengan Adri, dia sangat perhatian.
Sampai aku pulang ke Jakarta membawa piala kemenangan, Adri terlihat sangat
senang dan memberiku hadiah, boneka kucing yang lama aku idam-idamkan. Waktu
berlalu dengan cepat, kurasa. Jika ada kesempatan untuk bersama Adri, maka aku
akan melewatkan satu hari penuh bersamanya. Hari demi hari terlewat, berganti
bulan, dan tanggal saat Adri menyatakan cintanya padaku pun akan terulang
beberapa hari lagi. Itu berarti sudah cukup lama aku bersamanya, menjadi pacarnya.
Aku telah melewati banyak hal bersamanya, aku telah melewati banyak lomba, dan
dia tetap ada. Meskipun kerikil itu kadang datang tiba-tiba, aku dan Adri bisa
melewatinya.
Adri
memberiku banyak kisah selama satu tahun ini, dia laki-laki pertama yang kurasa
tahu banyak hal tentangku, berada di urutan ke-4 setelah Tuhan, mama papa, dan
sahabatku. Ya, kepada mereka semua aku mencurahkan kasih sayangku sepenuhnya.
Orang tua kami sudah mengenal satu sama lain. Akhirnya ada seorang pangeran
yang menginjakan kakinya di istanaku, ya, rumahku. Kau tahu? Minggu depan aku
sudah berada di Perth. Berat sebenarnya meninggalkan rumah, sekolah, sahabat,
dan Adri. Apa bisa selama tiga bulan kami berjauhan? Adri mengantarku sampai
bandara dan kami akan selalu berkomunikasi lewat e-mail. I’ll miss him so much.
*
Kehidupan
disini tentu beda dengan negara kelahiranku, tapi aku menikmatinya. Bulan
pertama terasa menyenangkan, hubungan ku dan Adri sejauh ini masih baik. Bulan
kedua hubungan ini terasa renggang. Aku tahu Adri bukan cowok yang sering update di dunia maya, berbalas mention
dengan ku pun hanya sesekali. Apalagi akun facebook nya seperti telah
dinonaktifkan. Aku berpesan pada Haifa dan Velga untuk mengawasi Adri selama
aku disini. Sudah beberapa hari ini dia hanya membalas e-mail sebelum aku
tidur, hal ini membuat rasa kangenku semakin meluap. Ku jelajahi twitter dan
mulai malam itu aku sadar ada perempuan lain yang begitu perhatian pada Adri.
Adri jarang membalas mention Lea, ya, nama perempuan itu Leana. Tapi Lea cukup
sering mencantumkan @adrifian pada tweetsnya.
Adri, aku cemburu!
Setelah
malam itu aku jadi melakukan hal yang sama di malam-malam selanjutnya yaitu
memantau akun social media Adri.
Lagi-lagi Lea mengirim mention pada Adri dan kali ini dibalas. Hatiku semakin
terbakar ketika mendapat e-mail dari Haifa.
“Aku
minta maaf harus bilang soal ini, Kay. Aku sering lihat Adri ke kantin bareng
Lea, mereka juga suka bercanda tawa di halaman sekolah, ngerjain tugas bareng
di kelas sambil ngobrol sebelum bel masuk. Ya, aku tahu mereka satu kelas tapi
harusnya Adri gak kaya gitu. Aku juga suka ngingetin dia soal kamu, dan Adri
bilang tenang aja karna Lea cuma temen. Tapi Kay… Velga bilang ke aku kalau dia
sempat lihat Adri bonceng Lea buat pulang bareng. Kay sorry :( Kamu selesaiin semua ini ya sama Adri, cups from here :* miss you!” – Haifa.
Tuhan,
kali ini siapa yang harus berpikir lebih keras? Aku atau Adri? Aku tahu jauh
darinya membuat dia merindu tak pasti hingga ingin mencari sosok lain yang bisa
menemani dia setiap waktu. Bulan ketiga sangat jauh lebih berat, aku harus
menanggungnya dengan lingkungan seperti ini, tanpa sandaran sahabat, tanpa bahu
mama, tanpa sosok papa. Aku yakin ini akan menjadi pengalaman dan pelajaran
yang sangat amat berharga, belajar menerima kenyataan that my first love won’t be around. Jadikan aku gadis 17 tahun yang
tegar :’) Aku tidak mempunyai solusi ketika satu minggu penuh Adri tidak
memberi kabar dan tak ada satu pun balasan e-mail darinya. Dia tak muncul juga
di twitter. Hingga akhirnya dia memberi kabar, kabar yang cukup perih. Dia
ingin melepaskanku, entah apa alasan pastinya.
*
Hi,
Indonesia! Aku kembali membawa pilu. Minggu depan aku sudah bisa belajar di
sekolah. Tentu saja, tiga bulan lagi Ujian Nasional. Adri salah satu orang yang
ingin segera aku temui. Dusta, jika aku bilang sudah melupakannya. Dia masih di
hatiku. Rasa kangen itu muncul tapi semenjak putus tak ada komunikasi lagi
dengannya. Haifa dan Velga yang dengan mudahnya menemui Adri di sekolah ketika
aku di Perth pun ikut kacau saat tahu Adri memilih untuk memutuskan hubungannya
denganku. Walaupun diintrogasi terus, Adri tetap menutup mulut. Sudahlah,
mungkin ini yang terbaik.
Muncul
lagi keinginan untuk memantau twitternya.
@Leanathari
: @adrifian besok taman kota lagi yaaa, bangku coklat panjang lagi, 10 a.m
jangan telat ;)
@adrifian
: @Leanathari iya :)
Dan aku melihat Adri muncul lagi di
twitter. Jam 10 pagi, bangku coklat panjang di taman kota. Besok aku akan
kesana untuk melihat mereka. Sedangkan hari ini aku kedatangan sahabat
terbaikku. Ku peluk mereka erat dan tanpa sadar air mata pertama karna cinta
telah ku jatuhkan. Kayla yang katanya sangat pintar kini dijuluki si bodoh oleh
kedua sahabatnya. Aku disuruh melupakan dan menjauh dari Adri tapi aku tidak
mau. Sulit bagiku melupakan kenangannya, dia cinta pertamaku tapi dia merobek
lembaran-lembaran kisah cintaku. Aku tahu Lea lebih baik dariku, dia cewek
periang, anak cheers, dan punya banyak waktu untuk Adri, lebih tepatnya
menemani Adri saat aku tidak ada. Lea berbeda denganku, mungkin Adri akan
merasa lebih baik jika dengannya.
“GAK!
Lea lebih bodoh ku rasa. Sudah tau Adri itu pacar kamu, Kay. Kenapa dia berani
deketin Adri?” Velga ikut meneteskan air mata.
“Apa
Adri bilang sesuatu yang lain sama Lea? Gak sesuai kenyataan maksudnya, mungkin
dia ngakunya udah putus sama kamu. Argh! Lea gak lebih baik dari kamu, Kay.
Kamu terlalu baik membiarkan semua ini berjalan perlahan pasti. Adri udah
ninggalin kamu, kamu harus rela,” sambung Haifa.
“Aku
gak bisa.”
*
Keesokan
harinya…
Sesuai rencanaku, aku
ingin melihat Adri di taman ini. Aku berada tepat di bangku panjang coklat
lebih awal, ini pukul 09:45, 15 menit kemudian mungkin Adri dan Lea sudah ada
di tempat ini. Segera ku letakkan secarik kertas di bangku itu. Aku harap Adri
menemukannya lebih dulu. Ya, karna seperti saat bersamaku, Adri selalu datang
lebih awal jika kita membuat janji bertemu di suatu tempat. Setelah itu aku
langsung bersembunyi di belakang kedai es krim yang tak jauh dari bangku itu.
Adri :( tak lama
kemudian sosoknya datang. Aku ingin menemuinya tapi aku tahu bukan aku
perempuan yang ingin ditemuinya. Adri pun menemukan kertas yang ku letakkan di
bangku itu. Hatiku berdebar ketika dia mulai membaca isinya. Mataku mulai
berkaca-kaca. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku tidak bisa memaksa Adri untuk
tetap bersamaku. Lalu Lea datang dan langsung menarik tangan Adri.
“Ayo sayang kita ke
sana aja ya!”
Ha? Sayang? Mereka sudah berpacarankah?
Adri pun mengikuti arah Lea dan menjatuhkan kertas yang sedang ia baca. Setelah
mereka pergi jauh aku kembali ke bangku itu dan mengambil kertas yang aku
letakkan tadi. Hmm kertas ini telah tersentuh Adri, senang tapi sakit.
“Lea,
jangan buat Adri sakit ya, karna kamu yang buat Adri bahagia kini, mungkin
sampai nanti,” doaku dalam hati.
*
Akhirnya
mimpiku terwujud. Aku mendapat beasiswa untuk kuliah di Perth. Ini sangat cukup
untuk mengobati segala kepahitan yang aku rasakan satu tahun lalu. Sekarang aku
sudah menjadi mahasiswi semester 2, sebentar lagi akan menghadapi semester 3.
Aku sedang sibuk packing baju karna
lusa akan meluncur ke Indonesia. Liburan di rumahku tercinta.
Satu
tahun di Perth bukan waktu yang sebentar. Aku punya banyak teman disana, aku
menikmatinya, aku belajar dengan tenang. Tapi kau tahu? Sosok itu masih ada
sampai detik ini. Adri, apa kabarnya? Masihkah bersama Lea? Aku merindukannya.
Cinta pertama yang gagal menjadi cinta terakhir itu selalu membuatku dilema.
Aku sangat harus dan memang ingin melupakannya tapi aku belum bisa. Luka itu
masih membekas, kata-kata “Cepat move on!”
masih sering terdengar, dan cinta itu masih tersisa.
Setibanya
di Indonesia aku tidak ingin melewatkan tempat-tempat favoritku. Toko buku yang
tak jauh dari rumahku. Setelah 2 hari beristirahat di rumah, hari ini aku
memilih untuk keluar sendirian menuju toko buku. Novel corner, tempat yang mengejutkan. Aku melihat sosoknya lagi disini, di
depanku, di tempat pertama kita bertemu. Setelah sekian lama tidak berjumpa dan
bertegur sapa. Ingin rasanya menyapa tapi aku harus segera menampar diri
sendiri. Seseorang yang lain memegang tangannya erat dan mengajak Adri keluar
dari toko buku ini. Dia bukan Lea, lalu? Lalu aku tertunduk lesu, dan ketika
aku mengangkat wajahku, Adri menoleh ke belakang, dia tersenyum manis padaku
dan pergi dengan seseorang yang lain.
*
Mengingat
Adri, mengingat secarik kertas itu. Setidaknya kamu pernah membaca ini, Dri.
Lagu yang selalu aku dengarkan semenjak kamu pergi. Song from Gede Bagus:
Seseorang yang Lain
Seperti angin di bawah sayapmu
Seperti itulah cintaku padamu
Biar aku berat asal kau terangkat
Terbanglah sebebas yang kau damba
Seperti kayu terbakar oleh api
Seperti itulah cintaku padamu
Biar aku musnah asal kau bercahaya
Bersinarlah saingi mentari
Seseorang yang lain menggantikan aku
Mengambil tempat yang pernah menjadi
milikku
Seseorang yang lain menggantikan aku
Merebut hati yang dulu menjadi milikku…
terlalu
Seperti petir yang bersihkan dunia
Seperti itulah cintaku padamu
Biar aku seram asalkan kau tentram
Segarlah sesegar embun pagi
Apa dosa yang telah ku lakukan
Hingga doa ini tak sampai
Seperti daun yang gugur dengan rela
Seperti itulah cintaku padamu
Biar aku mati asal kau abadi
Hidup penuh cinta tanpa aku lagi
Aku tak menyesal pernah mencintaimu.
Terima kasih Adri, aku pun akan menemukan seseorang yang lain.
30 Juli 2013
Puput
Komentar
Posting Komentar