Membunuh Sore



Membunuh Sore

            Apa kabar langit biru? Nampaknya sore ini kau sedang bersedih. Kau merubah warnamu menjadi lebih kelabu dan menjatuhkan titik-titik air itu lagi. Ku lihat jam tanganku, sekarang sudah pukul 4 lebih 30 menit. Air hujan membasahi halaman kampus. Alasan kedua selain mengerjakan tugas untuk berteduh dan stay di salah satu gajebo kampus. Suara kereta yang berlalu lalang dan keramaian di stasiun yang letaknya di samping kampus pun ikut menemani sore kami selain suara petir yang menyambar.
            Sudah dua bulan lebih aku tinggal di kota ini, begitu juga dengan teman-temanku yang memilih untuk  tinggal di sebuah indekos. Merantau dari Kota yang dekat dengan Depok, yaitu Bogor. Sepertinya jarak ini bukan masalah besar, hanya butuh waktu sekitar 15 s/d. 20 menit untuk mencapai Stasiun Bogor dari Stasiun samping kampus ini. Namun permasalahan bisa muncul dari sisi-sisi yang lain.
            Pukul 4 tepat, hujan masih cukup deras. Aku dan teman-teman baruku disini telah selesai mengerjakan tugas yang diberikan dosen. Aku tak pernah menyangka akan mempunyai teman-teman baru yang dekat, yang berasal dari kota lain. Nikmat menjadi anak kuliah ini sangat ku syukuri, mengingat menuntut ilmu itu membutuhkan materi pula selain semangat tinggi. Hal ini pun sering kami bicarakan di kelas. Tentang waktu yang terasa begitu cepat, padahal kemarin kami baru saja mendaftar di Sekolah Dasar.
            Siapa yang tidak senang mempunyai banyak teman dekat yang baik? Bisa berbagi kebahagiaan, keceriaan, bahkan kesedihan bersama, dan banyak cerita lainnya. Ini baru dua bulan, namun aku sudah menemukan banyak hal baru. Sore ini kami membicarakan banyak hal. Sesekali perbincangan kami terhenti karna harus menutup mata, telinga, atau menunduk ketakutan karena lagi-lagi petir itu menggelegar. Hujan tak kunjung reda.
            Dua tahun lagi rata-rata dari kami akan berkepala dua. Pemikiran kami pun semakin ke depan. Dari mulai perkuliahan, pekerjaan, hingga percintaan kami bahas sore ini. Ada saja ucapan yang mengundang gelak tawa. Sesungguhnya di balik itu semua kami menyimpan banyak pertanyaan dan ketakutan. Apa yang akan kami lewati di masa yang akan datang? Akankah kami bisa menyandang gelar Sarjana Magister? Akankah kami mendapatkan pekerjaan yang sesuai? Akankah kami menemukan seorang teman hidup yang sesungguhnya?
            Remaja, ya itu kami, mungkin masih bisa dibilang seperti itu hehe. Kelabilan ini belum beranjak sepenuhnya. Cinta, ya itu topik yang sangat hangat di kalangan kami. Aku mendapat banyak cerita dari teman-temanku disini. Ada yang sudah berpacaran bertahun-tahun lamanya, ada yang sudah berbulan-bulan, ada yang baru memulai, bahkan ada yang belum pernah berpacaran sama sekali. Setiap hubungan memiliki ketakutan dan harapan yang berbeda. Ada yang ingin hubungannya seperti A, ada juga yang ingin seperti B. Aku hanya menyimak cerita yang ada dan sesekali mengeluarkan sedikit cerita lamaku.
            Kami pun menarik kesimpulan, baiknya kami hadapi apa yang ada di hadapan kami saat ini. Hilangkan semua ketakutan yang ada. Berpikir lebih positif dan memikirkan hal-hal yang lebih layak untuk dipikirkan, seperti kuliah misalnya. Terkadang hidup memang terasa rumit, namun sesungguhnya hidup itu indah apabila kita bisa dengan tepat memaknainya. Seketika aku teringat sahabat-sahabatku di Bogor, dulu aku dan mereka sering berteduh dan melewati hujan bersama. Betapa rindunya masa-masa SMK bersama mereka. Namun disini aku beruntung menemukan teman-teman yang sangat menghibur setiap harinya. They are so funny.
            Pukul 05:00. Kini hujan berubah nama menjadi gerimis, tak deras lagi, ia mulai mereda. Beraktivitas sejak pagi hingga sore ini membuat kami membayangkan menu makanan di salah satu restaurant sebrang kampus. Akhirnya kami menuju tempat itu, membiarkan baju kami sedikit basah. Di dalam restaurant, satu temanku ditelepon oleh mamanya. Aku jadi teringat senyum ibu dan apa, sepasang suami istri yang memperjuangkan hidup dan menyebabkan aku ada di tempat ini, kini. Setelah itu, hujan benar-benar reda. Kami keluar dari restaurant pukul 6 kurang. Udara di luar terasa lebih dingin, namun sejuk dan menyegarkan. Apa kabar langit? Nampaknya langit masih kelabu, terlebih ia akan menyabut sang malam.
            Aku berjalan sendiri menuju indekos. Memikirkan beberapa hal. Mereka; keluarga, teman. Aku disini untuk mereka dan untuk lebih banyak belajar bukan? Tidak hanya tentang Sastra Inggris, tapi tentang hidup. Hujan tak selalu menghadirkan pelangi, padahal aku berharap dapat melihat pelangi sore ini setelah menunggu dan berteduh cukup lama. Hidup tak selalu menghadirkan hal manis, tak peduli kau telah berjuang seberapa jauh. Wajar apabila ketakutan itu menghantui kita, manusia. Yang kita perlu adalah kekuatan untuk melewatinya. Ingatlah banyak orang yang menyayangi dan kita sayangi.
            Ini tentang sore indah yang gagal bertemu pelangi, namun aku tetap mendengar tawa dan melihat senyum cantik dari teman-temanku. Tentang waktu yang tak terasa terbunuh karena sore ini aku menghabiskannya dengan berkumpul dan bercengkrama bersama teman-temanku. Ini tentang hidup yang tak selalu berjalan baik, namun aku tetap menemukan banyak hal yang bisa disyukuri. Tentang sakit yang tak terasa berakhir karena aku mengobatinya dengan perlahan, berproses, dan bahagia tanpa suatu alasan.

29 Nov 2013. PR.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Monolog Harapan dan Kenyataan

Lirik Lagu 'The Rain' Oh Wonder dan Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia

Melodi dan Ingatan Pengantar Tidur