Short Story: Sepeda

Sepeda

            “Ini buat kamu.” kata seorang anak laki-laki pada anak perempuan yang duduk disampingnya.
            “Ini buat kamu, jangan nangis lagi ya!” kata anak itu dengan lebih ramah, tapi anak perempuan yang ada di sampingnya tetap tidak menjawab, ia tetap menangis.
            “Sayang, jangan nangis lagi ya! Nanti mama kamu pasti datang.” kata seorang ibu yang memegang pundak anak perempuan itu dari belakang.
            Akhirnya air mata di pipi anak perempuan itu reda. Ia pun menerima coklat yang dari tadi ditawarkan oleh anak laki-laki di sampingnya. Anak laki-laki itu terus memandangi anak perempuan yang mulai memakan coklatnya.
            Tak lama kemudian…
            “Glory… Glory… !” panggil seorang ibu dengan nada panik. Ibu itu berlari ke arah anak perempuan yang sedang memakan coklat dan langsung memeluknya.
“Glory, mama sangat khawatir.”
Anak perempuan itu kembali menangis dan ibu tadi langsung menghapus air matanya dengan sapu tangan pink yang Ia bawa.
            “Saya tidak tahu harus berbuat apa. Terima kasih banyak telah menyelamatkan anak saya.” kata ibu yang baru datang kepada ibu yang sudah berdiri dari tadi di belakang dua anak itu.
            “Ya, syukurlah kalian telah dipertemukan.”
Mereka pun bercakap-cakap.
            “Glory, siapa ini yang duduk di sampingmu? Manis sekali seperti coklat yang kamu makan.” tanya wanita panik tadi yang merupakan ibu kandung dari anak perempuan itu. Anak perempuan itu menggelengkan kepala, sedangkan anak laki-laki yang dipuji itu hanya tersenyum. Kedua anak itu pun saling berjabat tangan dan berkenalan.
            “Aku Geovan.” si anak laki-laki memulai.
“Aku Glory. Terima kasih untuk coklatnya.” kata anak perempuan.
Kejadian sore itu membuat Glory mendapatkan teman baru yang baik tapi membuat Glory trauma pula karena terpisah dengan ibunya. Sore itu di taman kota terjadi gempa yang cukup besar, yang membuat semua orang panik. Glory, gadis kecil yang berusia 5 tahun sedang asyik bersepeda menyusuri taman kota ditemani ibunya, tapi Glory ditinggal ibunya ke apotik di sebrang taman, pada saat itu gempa terjadi. Glory panik mencari ibunya. Glory pun bertemu dengan Geovan, anak laki-laki sebayanya yang sedang bersepeda dan ditemani oleh ibunya juga. Mereka sama-sama panik.
Setelah gempa berhenti Glory diajak duduk di kursi taman oleh Ibu Geovan. Sepeda Glory disimpan sejenak di samping kursi berdampingan dengan sepeda milik Geovan. Sedangkan Ibu Geovan langsung meminta bantuan petugas taman kota untuk mencari Ibu Glory.
Jam 5 sore Glory dan Ibunya berpamitan untuk pulang terlebih dahulu. Glory dan keluarganya baru pindah rumah, dan ternyata rumah Glory masih satu komplek dengan rumah Geovan. Akhirnya mereka pulang bersama. Glory dan Geovan kembali ceria dengan sepeda masing-masing. Mereka bersepeda pelan berdampingan sambil bercanda, dan ibu mereka mengawasi dari belakang. Rasanya kejadian yang baru saja terjadi sudah sedikit terlupakan oleh dua anak lucu itu.
***
Setiap sore Glory selalu mengajak Ibunya untuk menemani ia bersepeda di taman kota, dan setiap sore juga Glory jadi bertemu dengan Geovan yang setia juga membawa sepedanya. Pertemanan mereka semakin akrab ketika mereka juga bertemu di TK yang sama. Taman kota menjadi tempat favorit mereka berdua, dan sepeda adalah benda kesayangan mereka.
Setelah lulus dari TK, Glory dan Geovan kembali memilih Sekolah Dasar yang sama. Pertemanan mereka semakin dekat saja, begitu juga orang tua mereka. Glory dan Geovan sudah tidak asing untuk mengunjungi rumah satu sama lain. Selama SD Glory dan Geovan selalu berangkat dan pulang bersama, tentu saja dengan sepeda mereka. Ya, mereka berdua masih menjadi pecinta sepeda. Mereka sering mengikuti event-event sepeda bersama. Apalagi Geovan, tak jarang ia mengadakan balapan sepeda dengan teman laki-lakinya yang lain, dan Glory selalu mensupportnya.
***
Suatu hari setelah acara perpisahan kelas 6, Glory dan Geovan merayakan kelulusan dengan teman-teman sekelasnya di taman kota. Biasalah mereka bercanda tawa dan menghabiskan waktu bersama sebelum benar-benar masuk ke masa SMP. Tiba-tiba Geovan mendapat ajakan untuk balap sepeda dengan teman laki-lakinya yang lain.
            “Siap!” jawab Geovan menerima ajakan temannya.
            “Doakan aku ya cantik, aku akan mempersembahkan kemenangan untukmu di masa terakhir SD ini.” kata Geovan kepada Glory di garis start.
            “Haha iya Van, janji ya kamu harus sampai sini lagi paling pertama.”
            “Tenang saja, Geovan always number one.” balapan pun dimulai. Geovan terlihat yang paling cepat menggoes sepedanya. Glory dan teman-temannya yang lain menunggu datangnya para pengikut balapan di garis start yang menjadi garis finish juga.
            Glory dan Geovan adalah sahabat baik, Geovan selalu menjaga Glory di sekolah. Glory pun selalu perhatian pada Geovan. Tak jarang Glory mendengar pengaduan teman-temannya bahwa Geovan menyimpan perasaan lebih untuknya, bisa dilihat dari sikap Geovan yang berbeda. Apalagi teman laki-lakinya, sudah sering mengatakan bahwa Geovan benar-benar suka pada Glory, mereka selalu meledeknya, celetukan Glory berpacaran dengan Geovan juga sudah tidak aneh. Namun Glory tidak menanggapi serius, itu hal biasa baginya. “Geovan adalah sahabat baikku dari kecil, kami memang dekat, selalu berbagi, tapi kami hanya sahabat. Lagipula aku baru bisa pacaran kalau aku sudah 16 tahun.” itu kata Glory dan Geovan sendiri sudah sering mendengarnya.
            Beberapa lama kemudian terlihat sepeda biru melaju kencang menghampiri garis finish. Glory sudah tahu bahwa itu Geovan. “Yes, Geovan menaaaaang!” teriak Glory bangga. “Temen siapa dulu dong haha.” tambahnya.
Senyum kemenangan Geovan tidak berlangsung lama ketika sepedanya menabrak sebuah pohon sehingga Ia terjatuh dan terluka.
            Teman-teman yang lain langsung menghampiri Geovan, mengucapkan selamat dan rasa prihatinnya karena hadiah kemenangannya harus menabrak sebuah pohon ckck. Acara kumpul dengan kelas 6A selesai sore itu, semuanya saling berpelukan dan mengucapkan salam perpisahan. Mereka semua meninggalkan taman kota, kecuali Glory dan Geovan. Sambil mengobati luka di lutut Geovan, nampaknya Glory ingin mengatakan sesuatu pada Geovan.
            “Mungkin sangat sulit ya, aku harus kehilangan sahabat sebaik, secantik, sepintar, dan segalanya seperti kamu.” respon Geovan setelah mendengar perkataan Glory.
            “Begitu juga aku, sangat sulit meninggalkan semua kenangan disini, tapi aku tidak bisa melawan. Papa pindah tugas ke Medan, entah sampai kapan. Aku dan keluarga jadi ikut tinggal disana, aku pun akan bersekolah disana. Rencana kita untuk satu SMP bersama jelas tidak terwujud, dan tak akan ada lagi teman bersepeda seperti kamu Van.” Glory bercerita dengan nada sedih.
            Baiklah, sore itu bukan hanya perpisahan kelas 6A, tapi perpisahan khusus juga untuk Glory dan Geovan. Malam harinya keluarga Glory mengunjungi rumah Geovan untuk berpamitan. Glory tidak bisa menahan air matanya karena terlalu sedih untuk berpisah dengan Geovan dan keluarganya yang sudah seperti keluarganya sendiri.
            “Jangan menangis, kalau kamu menangis kamu mirip seperti anak perempuan lima tahun yang memakan coklat dan kebingungan mencari ibunya.” candaan terakhir Geovan pada Glory sebelum Glory masuk mobil dan pergi menuju Medan. Glory pun menghapus air matanya sambil tersenyum.
            “Selamat tinggal Glory, aku akan merindukanmu.”
            “Aku juga Geovan.” Glory melambaikan tangannya.
***
            Tiga tahun berlalu. Geovan melewati masa SMP tanpa Glory. Sekarang Ia sudah duduk di bangku kelas 1 SMA semester kedua. Mungkin Geovan berfikir bahwa Ia tidak akan bertemu dengan Glory lagi, Ia juga sudah lost contact selama tiga tahun ini. Tapi siapa sangka, Geovan kedatangan teman baru di kelasnya, dan anak baru itu adalah…
            “Namaku Glory Giffasya, pindahan dari SMA Negeri 1 Medan, senang bertemu dengan kalian.”
            “Sahabat sepedaku!” gumam Geovan dalam hati.
Awalnya Glory belum sadar kalau Ia satu kelas dengan sahabatnya, Geovan. Glory kebagian duduk paling depan dekat meja guru, sedangkan Geovan duduk di barisan paling belakang. Saat bel istirahat berbunyi, Geovan tak ragu untuk menyapa Glory. Glory masih ingat betul dengan Geovan, jelas saja, Ia sahabat sepedanya semasa kecil sampai SD berakhir. Mereka melepas rindu seharian itu. Glory pun memberitahu Geovan kalau rumahnya masih di komplek yang sama seperti dulu sehingga mereka masih bisa bersepeda bersama lagi. Meskipun sudah SMA, mereka tetap bicycle lovers. Geovan pun bercerita kalau Ia masih sering mengikuti balapan sepeda, bahkan sudah berprestasi dari perlombaan-perlombaan sepeda.
“Hanya saja beberapa minggu terakhir ini aku dilarang bersepeda lagi oleh Mama, apalagi Papa. Papa menyentakku untuk tidak bersepeda lagi, entah mengapa, aneh!” cerita Geovan.
“Pasti ada alasannya. Kamu menanyakannya tidak?”
“Tentu, tapi jawaban mereka tidak logis. Hanya karena aku sudah SMA dan tidak pantas untuk bermain-main dengan sepeda lagi. Padahal kan bersepeda asik, sangat keren, haha iya kan?”
“Iya benar. Sepedamu masih yang biru itu? Yang sudah cacat haha.”
“Gantilah, fixie hijau sekarang. How about you?”
“Sepeda waktu kita SD jelas sudah mini, sekarang aku punya fixie ungu.”
Mereka bercakap-cakap dan bercanda, mengenang kenangan masa lalu.
“Andai kamu tahu Glory, perasaanku dari dulu sampai sekarang tetap sama. Aku hanya bisa jujur dengan hatiku sendiri, aku tidak bisa bohong kalau aku suka kepadamu. Andai aku bisa memilikimu, tapi aku harus menunggu setengah tahun lagi sampai kamu berumur 16 tahun haha ini khayalku.” kata Geovan dalam hati.
***
Sekarang Glory dan Geovan sudah naik ke kelas 11. Mereka masih satu kelas. Tambah dekat saja mereka berdua, dan di tahun ini nampaknya Glory mulai sadar bahwa ada seorang laki-laki yang tulus berbuat baik padanya dari dulu. Timbul lah perasaan yang sama dari Glory untuk Geovan, tapi mereka sama-sama belum mengakui.
Suatu hari ketika mereka bersepeda berdua ke taman kota, Geovan memberikan sesuatu kepada Glory. Gantungan berkilau berbentuk huruf G yang merupakan inisial dari nama Geovan dan Glory. Satu benda itu digantungkan di sepeda Glory, dan satunya lagi digantungkan di sepedanya sendiri. Geovan sengaja membeli dua benda yang sama, just for Glory.
“Itu cuma untuk kenang-kenangan. Lucu kan kalau kita bersepeda bersama dengan hiasan gantungan yang sama. So sweet haha.” ucap Geovan.
“Iya terima kasih banyak Van, gantungannya bagus. Aku suka, so sweet hehe.” mereka bercanda tawa seperti biasa. Tapi tiba-tiba Geovan mengeluh sakit pada bagian kanan atas perutnya. Glory mencoba menenangkan. Ia memberikan air mineral untuk diminum Geovan. Saat itu Geovan bercerita bahwa sebenarnya sudah setengah tahun ini Ia mengidap penyakit liver. Pantas saja orang tuanya selalu melarang Ia untuk bersepeda,  karena Ia tidak boleh kelelahan.
“Kenapa kamu tidak menuruti nasihat orang tuamu?” tanya Glory sedih mendengar Geovan yang ternyata selama ini sakit.
“Aku tidak bisa meninggalkan dunia sepedaku, Glo. Bicycle is my life.”
“Tapi kamu harus banyak istirahat!” sentak Glory.
“Kamu sama saja seperti orang tuaku!” balas Geovan.
“Wajar saja, itu semua karena kami sayang sama kamu Geovan.”
Mendengar perkataan Glory, Geovan bisa sedikit luluh. Ia mulai mengurangi aktivitas dengan sepedanya. Ia menatap Glory dengan tajam.
“Glo, ada yang ingin aku katakan, sudah lamaaa sekali, tapi…”
“Apa? Ayo kita pulang! Langit sudah mendung. Tidurlah di rumah, banyak istirahat, jangan lupa minum obat, jaga kesehatanmu Mr. Green Fixie.”
“Ok, tunggu saja lusa di hari ulang tahunmu yang ke-16 Glory.” jawab Geovan dalam hati.
***
Hari ini hari senin, Minggu kemarin Geovan tidak bertemu dengan Glory. Tapi hari ini sepulang sekolah tepatnya pukul 4 sore di taman kota, mereka membuat janji untuk bertemu. Sore itu Glory berpenampilan sederhana namun sungguh mempesona dengan rambutnya yang terurai panjang tidak seperti biasanya. Glory sudah menunggu Geovan sedari tadi, Ia berdiri di samping fixie ungunya.
Tiba-tiba seorang laki-laki menutup matanya dari belakang, meletakkan seikat bunga mawar pink di keranjang sepedanya dan menyanyikan lagu happy birthday untuknya. Laki-laki itu Geovan. Geovan berhenti bernyanyi dan menutup mata Glory. Ia berdiri tepat di hadapan Glory, dan membuat Glory terkejut, ditambah dengan pertanyaannya yang sangat tiba-tiba dan tak disangka.
“Geovan love Glory. Aku suka kamu dari dulu, kamu sahabat aku dari dulu, tapi aku ingin kamu jadi pacarku dari detik ini, can you?”
“Glory love Geovan. Aku tau itu dari dulu, kamu memang sahabatku dari dulu, dan aku akan jadi pacarmu dari detik ini, sure I can.”
“Glo?” tanya Geovan meyakinkan.
“Ya?”
“Apa aku tidak bermimpi? Gadis cantik yang aku temui 11 tahun yang lalu di taman kota ini menjadi pacarku?”
“Jelas tidak haha. Ayo pacar kejar aku, kita balapan sepeda di sekitar taman ini untuk merayakan ulang tahunku dan hari jadian kita.” ajak Glory yang langsung membawa sepedanya dengan kencang. Geovan pun mengejarnya dari belakang.
Glory merasa sangat bahagia. Ia menikmati atmosfer taman kota yang begitu indah sore itu. Glory mengendarai sepedanya terlalu kencang, sesekali Ia menengok Geovan yang berusaha mengejarnya tapi Geovan tidak bisa meraihnya. Saat itu sebuah mobil pun melaju kencang dari arah depan, Glory tertabrak mobil tersebut. Terpental beberapa meter dari sepedanya. Kepalanya berlumuran darah. Orang yang sedang berlalu lalang berdatangan untuk membantu, tapi Glory tidak bisa diselamatkan.
Geovan yang melihat dari kejauhan sungguh shock berat. Ia mengendarai sepeda lebih kencang untuk membantu Glory, tapi Ia tidak bisa. Tubuhnya terlalu lemas. Wajahnya pucat seperti biasa jika Ia sudah kelelahan. Namun Geovan tetap berusaha mengkayuh sepedanya, berharap segera sampai ke kerumunan orang yang sedang mengelilingi Glory. Livernya sudah mencapai puncak saat itu, Geovan tidak bisa menahannya lagi. Hanya beberapa meter lagi untuk sampai ke tempat Glory, tapi Geovan terjatuh dari sepedanya. Ia tak sadarkan diri. Orang-orang pun membagi perhatiannya pada Geovan yang terbaring di jalanan, tidak jauh dari tempat kecelakaan Glory. Glory dan Geovan meninggal dunia.
***
Taman kota Jakarta, 2017.
Ramai sekali suasana disini, seperti biasa sore hari adalah waktu yang tepat untuk menenangkan diri di taman kota. Sudah 5 tahun ini ada pemandangan unik di tengah taman, selain bunga-bunga dan air mancur, ada dua buah sepeda yang kondisinya sudah tidak layak pakai. Yang satu fixie berwarna hijau dan satunya lagi fixie berwarna ungu. Dua sepeda ini saling bersandaran, uniknya lagi memiliki gantungan berinisial huruf G yang sama. Sepeda ini sengaja di letakkan disitu oleh petugas taman kota yang secara tidak langsung sangat memperhatikan perjalanan cinta dua orang remaja yang berawal dan berakhir di taman indah ini.


Putri Rahayu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Monolog Harapan dan Kenyataan

Lirik Lagu 'The Rain' Oh Wonder dan Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia

Melodi dan Ingatan Pengantar Tidur