Short Story: Ann Marie
Ann Marie
Masih di sini, masih menghadap
sungai yang airnya mengalir tenang. Aku berdiri di tepinya, menyandarkan dada
di pagar kayu di tepi sungai ini. Ya, sungai ini. Sungai yang bersih, sebersih
hatiku yang tak pernah ternoda untuk orang lain, dan... lembut, selembut
wajahmu yang lugu. Kau tahu? Jika bisa ku tumpahkan, akan ku tumpahkan air mata
ini ke sungai.
Aku
mengaguminya sejak dulu. Berawal dari perpustakaan. Buku-buku besar yang dia
bawa, kacamatanya, mantel bulu berwarna pastel, cara dia berjalan,
keramahannya, dan... oh, ini yang mungkin akan ku ingat sampai mati,
senyumannya. Semua hal itu membuat dia terlihat cantik, sangat cantik apalagi
setelah aku tahu hatinya. Baru kali ini aku mengalihkan sebagian duniaku
untuknya, siswi kelas 3 SMA yang memiliki rambut panjang itu. Dia sempurna, ku
rasa.
Bukan,
bukan hanya hal itu yang membuatku jatuh cinta kepadanya. Dia berbeda. Dia
perempuan pertama yang membuatku merasakan hal seperti ini. Membuatku nerd mendadak saat aku menatapnya atau
bertegur sapa dengannya. Dia anak yang baik, pintar pula. Aku yakin, aku bukan
orang pertama yang mengaguminya seperti ini. Mungkin aku orang yang ke seratus,
seribu, atau mungkin kesekian juta? Entahlah, tapi apa mungkin orang lain
memperlakukannya seperti aku? Benar-benar tulus dan tak ingin dia terluka.
Sungguh bodoh lelaki yang pernah menjatuhkan air matanya.
Aku
mengenalnya dari dulu, tapi tak sedekat saat ini. Aku menyukainya dari dulu,
tapi tak dari awal bertemu, dan sekarang rasa itu membesar. Pertemananku mungkin
berubah menjadi persahabatan yang indah, namun ku siratkan cinta di dalamnya.
Apa dia merasa? Tentu tidak. Apa dia tahu? Ya, dia tahu. Tahu tentang aku yang
mengaguminya. Aku pernah mengirimkan puisi dan lagu-lagu cinta untuknya, hanya
sebatas harapan agar dia tahu. Mungkin itu saja, karena aku pun tahu dia lebih
dekat dengan sahabatku, dia menyukai sahabatku, bukan aku. Aku tak peduli.
***
Sahabatku
bodoh, dia berhasil menjatuhkan air mata peri kecil itu. Aku hanya mengawasi
dan melihat kenyataan. Aku tak pernah banyak bertindak walaupun aku sakit
melihatnya, apa yang bisa aku perbuat? Aku masih menganggap semua bagian dari
hidup yang mempunyai sisi suka dan duka. Mungkin aku sedang berada di titik
bawah yang belum bisa merasakan balasan rasa yang sama dari dia. Kalaupun
balasan itu ada, mungkin akan datang suatu hari nanti, membutuhkan waktu yang
sangat lama.
Aku
temani kesendiriannya, aku hangatkan dia dari dinginnya kesepian. Apa dia tahu?
Sesungguhnya dia tak sendiri. Aku selalu ada, jika dia mau. Perpustakaan itu
aku rasa sebuah jembatan untuk aku dan dia. Hobi yang sama membuat aku semakin
dekat dengannya. Apapun akan ku lakukan untuk membuat dia senang. Seperti
mengajaknya ke bazar atau festival-festival buku besar yang sudah pasti dia
menyukainya.
Tak
perlu ucapan terima kasih, dia bisa merasakan kebahagiaan pun aku sudah merasa
bahagia. Apalagi kalau... ah tidak! Berharap dia bisa mencintai laki-laki
sepertiku mungkin khayalan tinggi. Tapi aku benar-benar sayang kepadanya, aku
peduli, aku cinta. Kedekatan ini sudah sangat ku syukuri. Di dunia ini ada
banyak perempuan tapi mengapa tetap dia yang menjadi tujuanku? Padahal aku juga
menemukan perempuan lain yang berharap hatinya disentuh olehku. Tapi aku tidak
bisa, maaf.
***
Bertahan
selama berbulan-bulan, masih mengagumi orang yang sama, tapi tak pernah bisa
menuliskan cerita baru. Aku masih teman satu sekolahnya yang mempunyai hobi
sama dengannya. aku mencintainya, dia tidak mencintaiku. Mungkin lucu ya
seorang lelaki sepertiku merasakan dilema separah ini. Lebih parah lagi tiga
bulan terakhir aku tahu bahwa dia lebih dekat dengan seseorang dibanding
denganku. Ya, memang siapa aku? Kedekatanku hanya sebatas teman perpusnya.
Patah
hati tiap kali mendengarnya dekat dengan orang lain itu sudah biasa, karena
sudah ku bilang, aku yakin bukan hanya aku yang mengaguminya. Tapi adakah orang
yang mengaguminya dengan cara yang sama seperti ku? Aku tak bisa memaksakan
kehendaknya untuk memilih seseorang, walaupun sakit hati ini melihat hal-hal
seperti itu. Aku rasa hanya bisa memimpikannya, dia ada dalam mimpiku dan tak
bisa menjadi realita. Dunia ini pahit dengan kenyataannya, terkadang aku lebih
memilih untuk bermimpi tanpa harus mewujudkannya.
***
Seseorang
itu tidak selalu membuat dia tersenyum, tapi aku tahu hanya orang itu yang
membuat dia bahagia. Itu lah cinta, mungkin Ann Marie lebih memilih lelaki itu,
karna biar bagaimana pun hanya orang itu yang dia cinta. Dari awal aku sudah
tahu, bukan aku orangnya. Aku sering menasehati hatiku untuk tidak mengejarnya
namun hatiku tetap berlari mencari bayangannya.
Meskipun
Ann Marie sudah sangat dekat dengan seseorang yang dia cintai, aku tetap
mengawasinya dari jauh, aku masih berharap. Baiklah, aku semakin sadar diri
kalau disini aku hanya dianggap teman baiknya, teman baik untuk menemaninya di
perpustakaan. Setidaknya aku selalu menemani dia melakukan hal yang dia suka.
Tidak seperti seseorang yang dia cinta, sikap dan hobinya sangat bertolak
belakang dengan Ann Marie, tapi Ann Marie tetap mencintainya. Bahkan aku
sendiri sering menggodanya, bodoh, sesungguhnya aku sakit dan cemburu.
Bagaimana caranya Ann Marie? Orang
itu tidak membutuhkan waktu lama untuk bisa mendekati dan mengisi hatimu. Bukan
hanya aku yang sakit, tapi sahabatku. Entahlah, mungkin mereka sangat memahami
betapa gilanya aku karenamu. Bisa dibilang waktu, tenaga, materi, dan seluruh
cinta ini sudah ku berikan meskipun tersirat. Aku tak pernah menunjukkannya tapi
sungguh aku tulus Ann Marie, aku tulus!
Terlambat,
aku tahu cincin darinya itu mungkin lebih berharga daripada diriku. Benar kan
dia orangnya? Dia yang berhasil mendapatkanmu, tapi aku yakin rasa sayangnya
tak akan bisa melebihi rasa sayangku. Buktinya? Argh, harusnya kau pikir
airmata yang kau jatuhkan karenanya di waktu kemarin. Kau tak pantas mencintai
seseorang yang membuat kau menangis. Tapi itulah cinta Ann Marie, susah
dilepaskan jika kau benar-benar merasakannya.
Aku
sesak, ini airmata pertamaku yang disebabkan oleh perempuan pertama yang aku
cinta. Ini sudah dini hari tapi bintang-bintang itu masih setia menemaniku
menangis di tepi sungai. Aku tercengang, aku bingung, aku kehilangan arah,
apalagi yang harus ku perbuat? Semua sudah berakhir. Kau ada di genggaman orang
lain. Pengorbanan dan perjuanganku tak mendapatkan hasil, tapi aku tak menyesal
Ann Marie, aku tulus!
Aku ingin berteriak, tapi tak bisa.
Aku rapuh dan lemah sekarang, mungkin untuk beberapa hari ke depan aku masih
akan seperti ini. Tapi aku akan lebih sakit jika aku hanya menunggu keajaiban. Tuhan
pasti akan memberiku jalan jika pada akhirnya aku yang harus menjagamu dan
mencintaimu seutuhnya. Kenyataan ini lebih menusuk daripada dinginnya angin
malam ini. Ku pandangi lagi langitnya, kau masih tetap menjadi bintang yang
paling bersinar. Ann Marie, percayalah aku mencintaimu. Ann Marie, aku tidak
akan pernah melupakanmu. Ann Marie, ingatlah aku. Ann Marie, aku tidak akan
pernah melupakanmu. Semoga kau bahagia.
Ann Marie P.O.V
Hatiku
bergetar, air mataku jatuh, aku merasa ada yang memanggil namaku dengan pelan
dan lembut. Adam... :’( Aku merasakannya, aku tahu, aku peka, aku peduli
padamu, aku sangat menghargai semua yang telah kau beri padaku. Tapi ini sulit.
Kebaikanmu lebih dari siapapun, aku tahu kau yang selalu ada untukku. Meski
tersirat namun aku bisa merasakannya. Lalu mengapa aku memilihnya? Entahlah
Adam, kenyataan ini sulit dihindari. Dia mungkin tak sebaik dirimu, tapi dia
menarik rasa cintaku. Ini dilema. Apa ini keputusan yang salah? Adam, kau tak
harus pergi. Adam, aku tak akan melupakanmu.
19-20
Januari 2013
Putri
Rahayu
Komentar
Posting Komentar